Posmetro.co.id | Opini – Kerap ditemui di dinding maupun di tepat rumah sakit tulisan “Dilarang Untuk Mengambil Gambar/Foto/Video di Area Rumah Sakit” selanjutnya dalam tulisan imbauan tersebut mencantumkan regulasi, seperti:
1. UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Pasal 48 dan 51.
2. UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Pasal 40
Hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh pihak Rumah Sakit selaku pelaku usaha, karena ingin memberikan kenyamanan maupun memproteksi kinerja seorang dokter serta kerahasiaan identitas Pasien.
Jika kita telaah, Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tersebut berkaitan dengan kerahasiaan informasi kedokteran dan pasien. Sedangkan UU 36 Tahun 1999 menjelaskan tentang penyadapan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.
Jadi undang-undang tersebut tidak ada kaitannya dengan praktik jurnalistik. Adapun bagi wartawan yang sedang melakukan investigasi di rumah sakit tetap bisa menjalankan Profesinya dengan memperhatikan rambu-rambu UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Namun apabila dengan penunjukkan identitas sebagai seorang wartawan itu menimbulkan dampak yang negatif, maka dalam pengambilan gambar/video/audio wartawan investigasi bisa melakukannya secara diam-diam. Hal ini masih diperbolehkan (di lindungi oleh UU Pers selama dokumentasi tersebut tidak disebarluaskan) serta didapati nilai urgensinya untuk kemaslahatan masyarakat, seperti membongkar kasus terjadinya mal praktek, maupun modus operandi yang berada di lingkungan rumah sakit.
Ketika data-data sudah didapatkan, sangat disarankan seorang wartawan Investigasi menjaga kerahasiaan pihak-pihak yang terlibat di rumah sakit, seperti memblurkan gambar para pihak, adanya bercak darah, bahkan bila perlu alat-alat kedokteran yang terlihat berbahaya/menakutkan.
Dalam pemberitaannya, cukup dengan menampilkan gambar ilustrasi, atau potongan gambar/video yang sudah dilakukan proses editing atau penyensoran sebelumnya. Dalam kasus ini, kesantunan, norma dan etika sangat perlu dilibatkan dalam proses produksi berita. hal tersebut dalam rangka meminimalisir persoalan yang terjadi dikemudian hari.
Adapun master gambar, video dan audio cukup disimpan dengan baik, mungkin sewaktu-waktu bisa dijadikan pembuktian di muka publik atau di hadapan pengadilan. Tentunya penunjukkan data tersebut harus dipertimbangkan terlebih dahulu jangan sampai sembarang orang mengetahuinya sehingga data tersebut bisa disalah gunakan.
Oleh: Taufid Chaniago
Penulis adalah seorang Akademisi dari STAI Sayid Sabiq Indramayu dan Anggota PD IWO Kabupaten Indramayu.