Indramayu, Posmetro, 3 September 2024 – Sengketa hak garap lahan di Desa Totoran, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, kembali mencuat ke permukaan. Kasus ini melibatkan Katimah (57), seorang nelayan tambak, yang berjuang mempertahankan haknya atas tanah garapan seluas 2,5 hektar yang kini berpindah tangan ke H. Kasanto.
Latar Belakang Kasus: Hak Garap yang Dipertanyakan
Katimah, yang sebelumnya memegang hak garap di kawasan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Purwa, harus pergi menjadi buruh migran untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Ia menitipkan lahan garapannya kepada saudara-saudaranya. Namun, sekembalinya ke tanah air, ia terkejut mendapati bahwa lahan tersebut telah berpindah kepemilikan tanpa persetujuannya.
Proses Pemindahan Hak Garap yang Dipersoalkan
H. Kasanto, pihak yang kini menguasai lahan tersebut, menyatakan bahwa pemindahan hak garap dilakukan setelah adanya pernyataan dan tanda tangan dari kelima saudara Katimah, termasuk anak-anaknya, yang disaksikan oleh Asisten Perhutani (Asper) dan mantri. Dokumen pemindahan nama tersebut disimpan di BKPH Indramayu.
Regulasi Terkait Hak Garap: Apa Kata Hukum?
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan berbagai peraturan lainnya, tanah garapan sering kali terkait dengan pemakaian tanah tanpa izin pemilik atau pendudukan tanah secara tidak sah. Namun, hak pengelolaan yang diberikan oleh negara harus dihormati, dan pencabutan hak garap harus dilakukan sesuai prosedur yang jelas.
Argumen Pembelaan: Katimah Berhak Pertahankan Tanahnya
Berdasarkan definisi dari BPN, tanah garapan yang dikerjakan oleh saudara-saudara Katimah dapat dianggap sah jika telah dimanfaatkan secara terus-menerus dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Pencabutan hak garap tanpa dasar hukum yang kuat tidak dapat dibenarkan, dan hak tersebut seharusnya tetap berada pada Katimah.
Pertemuan yang Memperkeruh Sengketa
H. Kasanto menjelaskan bahwa telah diadakan pertemuan dengan keluarga Katimah dan Asper, di mana menurutnya tidak ada masalah yang mencuat. Namun, Katimah tetap bersikukuh bahwa lahan tersebut masih miliknya. Masalah ini, menurut H. Kasanto, seharusnya diselesaikan secara kekeluargaan.
Penjelasan dari Asper: Hak Garap Gugur?
Asper mengungkapkan bahwa lahan yang tidak diperpanjang dan tidak digarap selama dua tahun berturut-turut akan dianggap gugur. Katimah diketahui telah meninggalkan empang tersebut selama 29 tahun, yang menurut Asper, menyebabkan hak garapnya gugur.
Masalah Keluarga dan Penawaran Lahan
Katimah menitipkan empang kepada adiknya, Sarkawi, sebelum berangkat ke luar negeri. Karena tidak ada kabar dari Katimah selama beberapa tahun, adik-adiknya menawarkan empang tersebut kepada orang lain. H. Kasanto awalnya menolak karena kondisi lahan, namun setelah kelima saudara Katimah menandatangani pernyataan, nama garapan dipindahkan ke H. Kasanto.
Penyelesaian Kekeluargaan: Solusi atau Buntu?
H. Kasanto, yang juga ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sarapati, berharap sengketa ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa melibatkan hukum. Namun, Katimah tetap pada pendiriannya untuk mempertahankan haknya.
Pandangan KRPH: Aturan yang Harus Ditaati
Sastra Winata, Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH), menyatakan bahwa lahan yang tidak digarap selama dua tahun berturut-turut dianggap gugur hak garapnya. Ia juga menegaskan bahwa pengalihan hak garap seharusnya diketahui oleh pemegang hak sebelumnya.
Kesimpulan: Pertaruhan Hak Garap yang Sah
Kasus ini menggambarkan konflik kepemilikan lahan yang rumit dan berakar pada ketidaksepahaman keluarga serta prosedur hukum yang tidak jelas. Katimah berhak mempertahankan haknya, namun sengketa ini menunjukkan pentingnya regulasi yang jelas dan komunikasi yang baik dalam pengelolaan lahan. Bagaimana akhir dari sengketa ini? Waktu yang akan menjawabnya.
Penulis : posmetroadmin
Editor : ahdyours